Seorang Gadis yang Lelah

Dear diary,

Ini adalah cerita seorang gadis yang selalu bingung, selalu ragu dalam mengambil keputusan, dan selalu tidak yakin dengan dirinya sendiri. Mungkin yang paling dia takuti adalah konsekuensi dari pilihan yang dia ambil, tapi yah, bukan pilihan namanya kalo nggak punya resiko, seaman apapun pilihan itu. Dia bahkan khawatir, apakah dia bisa jadi pemimpin yang baik untuk dirinya sendiri. Berikut adalah beberapa pikiran yang sering mampir di otaknya ketika dia sedang dihadapkan dengan pilihan-pilihan itu : mencemaskan pendapat orang lain, takut efek ke depannya gimana, after effectnya, adakah hal merugikan yang akan datang belakangan, efek ke luarnya gimana ngaruh nggak sama yang di dalem, masa depan, apakah akan selamanya sebahagia ini, apa ini bener-bener keputusan final yang ngga bisa dirubah, apakah nanti orang lain mikirnya juga seperti yang aku pikirkan, atau mungkin sebenernya ada pilihan lain yang jauh lebih menguntungkan dan aku nggak tau, rugi nggak ya mengambil keputusan seperti ini, dan pikiran-pikiran intimidatif lainnya.


Dan tentu saja, kebiasaan seperti di atas berefek buruk pada diri gadis tersebut. Dia jadi susah konsentrasi karena terlalu berfikir jauh ke depan, kerjaan tidak beres, ngambang, dan yang paling buruk adalah TIDAK PERNAH KONSISTEN.


Tidak hanya terjadi ketika dia mengambil keputusan sepele seperti memutuskan hari ini makan apa, tapi juga terjadi dalam lingkup yang lebih luas : misalnya membeli baju dan keputusan untuk memberangkatkan delegasi dalam acara organisasi. Dia perlu waktu lama untuk berfikir, mungkin bisa juga disebut lemot, hehe. Beberapa orang memahaminya dengan baik, tapi tidak jarang juga yang mencela. “Namanya juga hidup bermasyarakat, tidak semua orang berfikir secara positif, mereka hanya tidak tahu,” pikirnya. Dia perlu banyak pendapat orang lain, mungkin beberapa kalangan menganggapnya sangat sangat extrovert, karena mungkin dia berfikir tidak adil kalau misalnya dia menge-judge orang lain hanya dengan pendapatnya, barangkali dia salah berfikir atau mungkin sedang terlalu bernegatif-thinking, dia ingin mencari second opinion saja, tidak bermaksud menjelek-jelekkan orang lain tersebut, dia hanya berusaha berpositif-thinking dengan bertanya-tanya pada orang lain.


Ketika dia sudah memutuskan suatu hal, yang tentu saja sebelumnya sudah dipikirkan matang-matang, atau mungkin juga kurang matang karena waktu yang tidak memungkinkan (ingat, dia perlu waktu yang lama untuk berpikir), dia akan bertanggung jawab sampai akhir. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mempertanggung jawabkan apapun yang keluar dari mulutnya (atau tangannya ketika menandatangani sesuatu). Namun, tidak jarang juga kan, apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan harapan, dia berusaha tegar, tenang, menyelesaikan apa yang menjadi masalah. Walaupun dalam hatinya selalu bertanya, “Mengapa yang kuputuskan selalu tidak jelas begini akhirnya,” sambil memegangi dadanya yang sesak.


Berusaha. Mungkin kita sudah sekuat tenaga mengusahakan segalanya, tapi kenyataan tidak seindah usaha. Kadang Tuhan punya rencana yang lebih indah, bukan kadang, tapi pasti.

Sekarang, dia sedang dihadapkan dengan pertanggung jawabannya yang lain. Ketidak jelasan yang selalu dia buat di awal menjadi musuhnya belakangan ini. Tidak ada jalan lain selain bersabar dan menahan hatinya yang meronta-ronta meminta kebebasan. Sabar, sabar, sabar, dan sabar. Selesaikan semuanya sampai akhir. Selesaikan yang tersisa. Lanjutkan kenyataan, jalani hidup seperti air yang mengalir. Hanya Tuhan yang tahu betul apa yang kita rasakan :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 comments:

Posting Komentar